Kriteria Calon Pasangan
Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya menyebutkan untuk mengutamakan agamanya dibanding faktor-faktor lain dalam memilih jodoh( cantik, kaya, keturunan ). Tetapi beliau saw. sepertinya sangat menekankan kecocokan. Ketika seorang sahabat dari kaum Muhajirin ingin menikah dengan wanita Anshar, maka Rasulullah saw. menganjurkan untuk terlebih dahulu melihatnya. Ini berarti Rasul juga ingin adanya kecocokan - dalam segala hal, termasuk fisik - bagi yang akan menikah. Ada juga kan kasus seorang akhwat shahabiyah yang menyesal ketika sudah terlanjur menikah, tetapi tampang suaminya tidak disukainya, akhirnya mereka bercerai.
Hal memilih pasangan dengan melihat fisik sebagaimana memilih pasangan karena keturunan yang baik dan kemapanannya ( baca : kaya ) menurut saya bukan hal yang tabu. Tetapi tetap saja yang harus kita utamakan : AGAMA. Tidak saja ia beragama Islam, tetapi pemahaman dan pengamalannya benar-benar Islami. Saya setuju dengan sebuah artikel yg menyebutkan bahwa kriteria din itu bernilai 1. Yang lainnya 0( nol ). Jadi, kalau kita memilih karena si akhwat cantik, atau si ikhwan kaya, atau si dia keturunan kiyai. Itu semua bernilai 0, kalau din-nya tidak dipenuhi. Kalau din-nya dipenuhi dan sang calon ganteng atau cantik, maka nilainya bisa 10. Ditambah keturunannya baik = 100. Ditambah hartanya melimpah =1000. Idealnya begitu, tetapi tidak ada manusia yang sempurna.
Bagi yang ingin akhwat cantik atau ikhwan ganteng harus siap bila suatu saat sang pasangan menjadi keriput karena tua atau tergores wajahnya, atau mengalami luka bakar, atau resiko2 lainnya yang tidak menyenangkan. Segala sesuatunya sementara. Bagi akhwat yg menginginkan ikhwan yang bergaji tinggi, mapan. Ketahuilah, segala sesuatu bisa terjadi. Setelah menikah, bisa jadi PHK menyerang. Suami yang tidak punya iman dan tidak kreatif bisa panik dan tidak menyelesaikan masalah. Yg jelas harta itu sementara.
Bagi yg menginginkan keturunan baik, itu bagus. Karena kita tidak hanya melibatkan sang calon isteri atau suami dalam mengarungi biduk rumah tangga. Karena orangtua masing2 dan sanak saudara bisa jadi ingin nimbrung. Akan tetapi si calonlah yang nantinya lebih banyak hidup dengan kita dan lagi tidak ada yang sempurna.
Bagi yang memasang kriteria agama/din, itu bagus dan memang seharusnya. Tetapi pada perjalanannya, suami dan isteri sudah sepatutnya saling melindungi, memelihara, dan menjaga agar din-nya tumbuh dengan sempurna sehingga dapat mengantarkan keluarga berkumpul di surga. Memang yang ideal, ketika "bentuk" bertemu dengan "makna", ketika "rupa" bertemu dengan "jiwa". Tetapi itu tidak mudah, walaupun bisa karunia itu diberikan kepada seseorang.
Ujian bisa menimpa kapan saja. Termasuk ketika memilih pasangan. Sekali lagi, tidak ada yang sempurna. Kekurangan pasangan kita bisa menjadi ladang 'amal bagi kita. Hidup hanya sekali, jangan salah pilih dan menyesal ! Maka ketika ujian datang, kita sudah siap dengan ilmu yang diperlukan. Agar kita tidak bengong ketika harus mencari "jawaban" atas "soal-soal". Berdoalah untuk saudara-saudara kita agar tepat sasaran dalam membidik. Agar tepat langkah. Dan ketepatan itu identik dengan ketenangan, kata Aa Gym. Jadi bukan ketergesa2an dan kepanikan.
Semoga ALLAH selalu membimbing kita untuk membentuk keluarga sakinah dengan bingkai cinta kepada-Nya ( niat lurus ) dan cara yang benar sesuai syariat. Aamiin. Wallaahu a'lam.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home